PENDAHULUAN
Peningkatan taraf kehidupan masyarakat yang disertai dengan kesadaran arti pentingnya nilai gizi makanan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, akan ikut mempengaruhi kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani setiap tahun. Komoditi daging segar dan olahan sudah tidak disangsikan lagi keberadaannya, karena daging segar dan daging olahan merupakan salah satu sumber protein hewani yang sudah sangat dikenal dalam kehidupan masyarakat di Indonesia.
Penggunaan daging segar sebagai bahan makanan relatif lebih variatif dibandingkan dengan daging olahan, tetapi daging segar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme sehingga tergolong sebagai bahan pangan yang mudah rusak (perishable food). Oleh karena itu proses pengolahan daging segar menjadi daging olahan merupakan proses yang sangat penting sekali. Selain memperpanjang masa simpan daging, penganekaragaman bahan pangan, proses pengolahan ini juga akan meningkatkan nilai tambah dari produk tersebut sehingga harga produk daging olahan akan lebih tinggi dibandingkan dengan daging segar. Perbedaan harga ini akan mempengaruhi permintaan dari daging olahan.
Namun di sisi lain telah terjadi pergeseran pola konsumsi dari masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke atas terutama di kota-kota besar yaitu terjadinya kecenderungan membeli bahan-bahan yang "ready to cook" atau "ready to eat". Pergeseran pola konsumsi ini dipengaruhi antara lain oleh kemajuan teknologi, meningkatnya tingkat pendidikan, bertambahnya kaum wanita memasuki dunia kerja dan sebagainya.
Menurut strukturnya daging terdiri dari jaringan otot, jaringan ikat, pembuluh darah dan jaringan syaraf. Menurut Lawrie (1995) yang dimaksud dengan daging adalah daging tanpa jaringan pengikat khusus atau tendo sehingga lunak dan berasal dari ternak yang digunakan sebagai bahan makanan.
Komponen utama daging adalah lemak, protein, abu dan air. Peningkatan komponen yang satu akan menyebabkan penurunan komponen yang lain (Lin, 1981). Protein adalah komponen bahan kering yang terbesar dari daging. Daging mempunyai nilai nutrisi tinggi karena daging mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap dan seimbang (Frankel, 1983). Komposisi kimia daging adalah air 75% (65-80%); protein 18,5% (16-22%); substansi-substansi non protein yang larut 3,5%; lemak 3% (1,5-13%) dan sangat bervariasi (Lawrie, 1995). Nilai kalori daging banyak ditentukan oleh kandungan lemak intraselular di dalam serabut-serabut otot atau dikenal dengan istilah marbling atau intramuskular.
Daging merupakan salah satu bahan pangan yang mudah rusak (perishable food) karena daging merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Preservasi daging mempunyai tujuan antara lain untuk mengamankan daging dari kerusakan atau pembusukan oleh mikroorganisme dan memperpanjang masa simpan (shelf life daging). Preservasi berarti menghambat atau membatasi reaksi-reaksi enzimatis, khemis dan kerusakan fisik daging (Soeparno, 1992). Menurut Soesanto (1985) cara pengawetan bahan pangan pada prinsipnya dikelompokkan menjadi 2 yaitu pengawetan tanpa perubahan bentuk dari bahan pangan tersebut dan pengawetan dengan perubahan bentuk dan kadar air dari bahan pangan tersebut. Ditambahkan Soeparno (1992) pengawetan yang menghasilkan produk yang sifat fisiknya berubah dari bahan bakunya dikenal dengan istilah pengolahan. Berdasarkan keadaan fisiknya, daging dapat dikelompokkan menjadi: 1) daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan; 2) daging segar yang dilayukan dan didinginkan (daging dingin); 3) daging segar yang dilayukan, didinginkan dan dibekukan (daging beku); 4) daging masak; 5) daging asap dan 6) daging olahan. Salah satu ciri khas pengolahan adalah adanya formulasi produk daging olahan. Dalam proses formulasi, macam ingredien yang dipilih dan jumlah yang digunakan bervariasi sesuai dengan hasil produk yang diinginkan. Tujuan utama formulasi adalah untuk menghasilkan daging olahan dengan penampakan yang kompak, cita rasa dan sifat-sifat yang stabil dan seragam. hasil formulasi tergantung pada karakteristik komposisi dan bahan dasar yang ditambahkan dalam produk daging olahan.
Tidak semua makanan instan rendah gizi, contohnya sosis daging sapi. Meskipun tergolong sebagai bahan makanan yang mudah dan cepat dimasak, daging sapi yang diberi bumbu dan pelapis ini sangat kaya protein. Terdapat juga asam amino, lemak, karbohidrat, beberapa jenis vitamin dan mineral.
Salah satu kebutuhan masyarakat perkotaan saat ini adalah tersedianya bahan makanan yang praktis, yaitu yang bersifat ready to cook (siap untuk dimasak) dan ready to eat (siap untuk dimakan). Ready to cook artinya hanya membutuhkan sedikit waktu untuk menyiapkan dan menghidangkannya. Contoh paling populer dari makanan ready to cook adalah makanan instan, yang umumnya membutuhkan waktu pemasakan 1-3 menit.
Belakangan ini di pasaran juga tersedia makanan ready to cook dalam bentuk beku. Makanan dalam bentuk beku memiliki banyak keunggulan, khususnya terkait dengan upaya penyelamatan nilai gizi dan cita rasa. Zat gizi umumnya mudah rusak selama masa penyimpanan dan distribusi yang dilakukan pada suhu kamar. Teknik pembekuan yang dilakukan pada suhu yang tepat, sangat berguna untuk memperpanjang masa simpan produk dan manfaat zat gizi yang terkandung di dalamnya.
Salah satu bentuk makanan beku yang saat ini sangat digemari masyarakat luas adalah sosis. Produk tersebut tersedia di supermarket atau outlet dalam berbagai merek dagang, kemasan, cita rasa, tekstur dan harga jual.
Jenis yang banyak dijual di pasaran adalah sosis sapi (beef sausage) dan sosis ayam (chicken sausage). Hingga saat ini sosis ayam lebih banyak dikonsumsi daripada sosis sapi. Hal tersebut terkait dengan ketersediaan bahan baku dan pola makan masyarakat. Jenis daging yang biasa dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah: 56% daging unggas (terutama ayam), 23% daging sapi, 13% daging babi, 5% daging kambing dan 3% jenis lainnya.
Rasa sosis jauh lebih gurih dibandingkan daging sapi, ayam ataupun ikan goreng biasa. Hal tersebut disebabkan pengaruh bumbu yang dicampurkan ke dalam adonan sebelum diolah. Rasa sosis sangat bervariasi, tergantung dari komposisi bahan dan jenis bumbu yang digunakan.
Makanan siap santap biasanya dijual dalam bentuk beku atau didinginkan. Makanan beku, selama masih beku dapat dinyatakan .aman. akan tetapi untuk makanan yang didinginkan harus diperhatikan umur simpannya. Mikroorganisme yang ditemikan pada makanan siap santap adalah mikroorganisme yang tahan proses pemanasan, Misalnya Clostridium dan Bacillus (Sporanya) dan mikroorganisme yang mengkontaminasi selama penaganan misalnya Y. Enterocolitica Dan I. Monocytogenes. Kedua bakteri ini dapat tumbuh pada suhu rendah (Refrigertor). Dengan demikian dalam memproduksi makanan siap santap yang disimpan dingin harus diperhatikan sanitasi dan hingga selama pengolahan, kontrol suhu selama penyimpanan dan umur simpan produk.
DAGING SAPI
Daging sapi, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya. Selain itu pertumbuham mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikomsumsi. Kejadian ini biasanya terjadi pada pembusukan bahan pangan. Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme patogenik dan organisme lain penyebab penyakit. Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti tifus, kolera, disentri, atau tbc, mudah tersebar melalui bahan makanan. Gangguan-gangguan kesehatan, khususnya gagguan perut akibat makanan disebabkan, antara lain oleh kebanyakan makan, alergi, kekurangan zat gizi, keracunan langsung oleh bahan-bahan kimia, tanaman atau hewan beracun; toksintoksin yang dihasilkan bakteri; mengkomsumsi pangan yan mengandung parasitparasit hewan dan mikroorganisme. Gangguan-gangguan ini sering dikelompokkan menjadi satu karena memiliki gejala yang hampir sama atau sering tertukar dalam penentuan penyebabnya.
Daging sapi mentah dapat mengandung Taenia saginata (cacing pita), Diphyllobothrium latum (cacing pita), Trichinella spiralis, dan lain-lain. Yang mana Taenia saginata (cacing pita) dapat menyebabkan sakit perut bagian bawah, perasaan lapar, dan lelah. Diphyllobothrium latum (cacing pita) dapat menyebabkan anemia. Dan sedangkan Trichinella spiralis Pusing,muntah-muntah, diare, nyeri otot, demam,pembengkakan kelopak mata, dan susah bernafas.
Bahan pangan yang berasal dari hewan merupakan sumber utama bakteri penyebab infeksi dan intoksikasi (seperti pada table 1). Mikroorganisme yang terdapat pada hewan hidup dapat terbawa ke dalam daging segar dan mungkin bertahan selama proses pengolahan. Banyak hewan-hewan yang disembelih membawa mikroorganisme seperti Salmonella dan Campylobacter, selain mikrooranisme yang secara alami terdapat pada saluran pencernaan seperti Clostridium perfringens, Escherichia coli, Yersinia entercolitica dan Listeria monocytogenes. Proses pemotongan unggas secara kontinyu, meningkatkan penularan mikroorganisme dari karkas yang satu ke yang lainnya. Demikian juga penggilingan daging dalam pembuatan daging cincang dapat menyebarkan mikroorganisme, sehingga daging cincang merupakan produk daging yang beresiko tinggi.
Tabel 1. Bahan Pangan Potensial Bebagai Sumber Mikroorganisme Patogen
Mikroorganisme | Bahan pangan |
Salmonella | Daging ternak dan daging unggas mentah, susu segar dan telur |
Clostridium perfringens | Daging ternak dan daging unggas, makanan kering, herbs, rempah-rempah,sayur-sayur |
Staphylococcus aureus | Makanan dingin, produk-produk susu terutama jika menggunakan bahan baku susu mentah |
Bacillus cereus dan Bacillus ssp. lain | Serealia, makanan kering, produk-produk susu,daging dan produk-produk daging,herbs, rempah-rempah, sayur-sayuran |
Escherichia coli | Bahan pangan mentah |
Vibrio parahaemolyticus | Ikan segar dan ikan olahan, kerang dan makanan laut lainnya |
Shigella | Makanan campuran dan basah, susu, kacang-kacangan, kentang, tuna, undang, kalkun, salad, makaroni, cider apel |
Streptococcus pyogenes | Susu, es krim, telur, lobster, salad kentang, salad telur, custard, puding dan makanan-makanan yang mengandung telur |
Clostridium botulinum | Makanan kaleng dengan pH>4,6 |
Yersinia enterocolitica | Daging ternak dan unggas mentah,produk olahan daging, susu dan produk susu dan sayur-sayuran |
Campylobacter jejuni | Daging ternak dan daging unggas mentah, susu segar atau susu yang diolah tetapi pemanasannya kurang, air yang tidak diolah |
Listeria monocytogenes | Daging ternak, daging unggas, produk susu, sayursayuran dan kerang-kerangan |
Virus | Kerang mentah, makanan dingin yang ditangani oleh orang yang terkena infeksi |
SOSIS
Sosis merupakan produk polahan daging yang mempunyai nilai gizi tinggi. Komposisi gizi sosis berbeda-beda, tergantung pada jenis daging yang digunakan dan proses pengolahannya. Produk olahan sosis kaya energi, dan dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat.
Sosis daging adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukkan ke dalam selubung sosis. Sosis umumnya dibungkus dalam suatu pembungkus yang secara tradisional menggunakan usus hewan, tapi sekarang sering kali menggunakan bahan sintetis, serta diawetkan dengan suatu cara, misalnya dengan pengasapan. Pembuatan sosis merupakan suatu teknik produksi dan pengawetan makanan yang telah dilakukan sejak sangat lama.
Teknologi kemasan berkembang sangat pesat seiring dengan perkembangan teknologi pengolahan pangan. Pada zaman dahulu kemasan lebih didominasi oleh bahan-bahan alami, seperti daun, bambu dan kayu. Kemudian dengan ditemukannya bahan kemasan sintetis, kini kita mengenal plastik, kaca, kolagen, kaleng dan aluminium foil sebagai pembungkus makanan dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Jenis selongsong yang digunakan untuk membungkus sosispun berbeda-beda tergantung dari jenis sosis yang akan dibuat. Selongsong yang digunakan untuk sosis ukuran kecil biasanya terbuat dari film kolagen yang berasal dari tulang hewani. Jenis selongsong sosis ini termasuk ke dalam kelompok yang dapat dimakan (edible), karena berasal dari bahan yang tidak membahayakan tubuh. Hal ini disebabkan karena ukuran sosis yang kecil sehingga terlalu sulit untuk memisahkan sosis dengan kulitnya. Oleh karena itu selongsong dibuat dari bahan yang dapat dimakan.
Untuk memperoleh hasil yang terbaik dari bahan pangan yang dibekukan, suhu penyimpanan harus dijaga agar konstan dan tidak boleh lebih tinggi dari minus 17 °C, serta harus diikuti dengan pengemasan yang baik atau memenuhi standar pengemasan untuk bahan pangan beku.
Bahan Pembantu
Bahan pembantu pengolahan adalah komponen bahan-bahan penolong yang umumnya akan hilang sebagian atau secara keseluruhan akibat proses pengolahan. Bahan ini biasanya tidak meninggalkan pengaruh merugikan terhadap flavour dan penampilan makanan olahan (Fachruddin, 1998). Bahan pembantu yang dimaksud antara lain:
- Bumbu-bumbu
Bumbu yang digunakan pada produksi sosis sapi di tambahkan pada saat pencampuran. Pada sosis sapi menggunakan carmoisine sebagai bahan pewarna.
- Tepung tapioka dan susu skim
Tepung tapioka dan susu skim yang digunakan disini sebagai bahan pengisi dan pengikat yang ditambahkan pada pasta sosis. Tujuan penambahan bahan pengisi adalah untuk menurunkan biaya produksi dengan mengurangi penggunaan daging. Bahan pengikat adalah material bukan daging yang dapat meningkatkan daya ikat air daging dan emulsifikasi lemak, sehingga menurunkan biaya, memperbaiki gizi bila bahan pengikat yang digunakan merupakan sumber protein, memperbaiki cita rasa dan memperbaiki tekstur.
- Emulsifier
Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yang lain, yang molekul-molekul ke dua cairan tersebut tidak saling berbaur, tetapi saling antagonistik (Winarno, 2002). Pada suatu emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama yaitu bagian yang terdispersi yang terdiri dari butir-butir yang biasanya terdiri dari lemak, bagian kedua disebut bagian pendispersi yang biasanya terdiri dari air dan bagian ketiga adalah emulsifier yang menjaga agar butir-butir minyak dapat tetap tersuspensi di dalam air atau dengan kata lain emulsifier adalah zat-zat yang mampu mempertahankan emulsi lemak dalam air atau sebaliknya.
Sebagai contoh emulsifier yang digunakan dalam pembuatan emulsi sosis sapi di PT CIP adalah susu skim dan isolate soya protein. Penggunaan susu skim pada sosis akan menghambat penggumpalan lemak pada ruang antara selongsong dalam daging sosis. Kandungan laktosa dalam susu skim akan memperbaiki dan melengkapi cita rasa dari sosis. Protein kasein dan albumin dari susu bubuk skim meningkatkan nilai gizi dan aroma sosis. Sosis yang menggunakan susu skim mempunyai tekstur dan kehalusan penampakan.
- Es balok
Es balok yang digunakan dalam proses produksi sosis sapi telah dipecah-pecah menjadi serpihan kecil, hal ini dimaksudkan memudahkan kerja mesin pengaduk. Tujuan pemberian es ini adalah untuk menurunkan suhu pasta sosis, apabila suhu tidak diturunkan maka campuran adonan tidak akan menjadi emulsi yang baik (Hadi Wiyoto, 1983).
- Garam curing
Garam curing yang dimaksudkan disini adalah garam NaCL yang di tambahkan dalam proses curing dimana proses ini sendiri tidak hanya merupakan penggaraman saja, namun juga disertai penambahan senyawa atau zat lain diantaranya Na Nitrite, STPP, dan vitamin C. Na Nitrite merupakan salah satu zat pengawet organik yang sering digunakan dalam bentuk garam. Na nitrite merupakan zat kimia yang berbentuk kristal putih kekuningan dan larut dalam air. Penggunaan Na nitrite pada proses curing berfungsi untuk menstabilkan warna daging, menambah rasa yang khas pada daging pickle, menghambat mikroba patogen dan mikroba pembusuk serta memperlambat perkembangan atau terjadinya ketengikan. Penggunaan Na nitrite maksimal sebesar 50 mg/kg (SNI 01-0222-1995). Pemberian nitrit yang berlebihan dapat mempengaruhi kemampuan sel darah untuk membawa oksigen, menyebabkan kesulitan bernafas dan sakit kepala, anemia, radang ginjal, muntah. STPP merupakan zat kimia yang ditambahkan pada proses curing pada pembuatan sosis. STPP yang mempunyai rumus kimia Na5P3O10 berbentuk bubuk putih yang mudah larut dalam air ini berfungsi sebagai stabilizer dan sebagai penyatu adonan, disamping itu STPP juga berfungsi untuk mengawetkan produk. Penambahan STPP maksimal 29 mg/kg (Codex Alimentarius Commission, CAC). Vitamin C atau asam eritrobat yang ditambahkan pada produk daging sebagai antioksidan dan untuk mencegah terjadinya oksidasi. Lebih lanjut dikatakan asam eritrobat berfungsi sebagai penstabil warna.
Tabel 2. Syarat mutu sosis sapi dalam kemasan plastik vacuum
(SNI 01-3820-1995)
NO | KRITERIA UJI | SATUAN | PERSYARATAN |
1 1.1 1.2 1.3 1.4 | Keadaan Bau Rasa Warna Tekstur | - - - - | Normal Normal Normal Bulat panjang |
2 | Air | % b/b | Max 67,0 |
3 | Abu | % b/b | Max 3,0 |
4 | Protein | % b/b | Max 13,0 |
5 | Lemak | % b/b | Max 25,0 |
6 | Karbohidrat | % b/b | Max 8,0 |
7 7.1 7.2 | Bahan tambahan makanan Pewarna (STPP) Pengawet (Na Nitrite) | Sesuai dengan SNI 01-0222-1995 (BTM) | Sesuai dengan SNI 01-0222-1995 (BTM) |
8 8.1 8.2 8.3 8.4 8.5 | Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn) Raksa (Hg) | Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg | Max 2,0 Max 20,0 Max 40,0 Max 40,0 (250,0*) Max 0,03 |
9 | Cemaran Arsen (As) | Mg/kg | Max 0,1 |
10 10.1 10.2 10.3 10.4 10.5 10.6 10.7 | Cemaran mikroba Angka total lempeng Bakteri bentuk coli Escherichia Coli Enterococci Clostridium perfringens Salmonella Staphilococcus Aureus | Koloni/g APM/g APM/g Koloni/g Koloni/g Koloni/g Koloni/g | Max 105 Max 10 < 3 102 Negatif Negatif Max 102 |
Sumber: SNI Indonesia----
Kesimpulan
Bila dibandingkan, antara produk segar dan produk beku, maka dapat disimpulkan bahwa produk beku lebih baik dibandingkan produk segar. Dikarenakan shelf life, serta kandungan gizinya yang jauh lebih baik.
Bagaimana dengan produk jajanan tradisional? apakah dapat diawetkan dengan sistem pendinginan?
ReplyDeleteTentu saja dapat di awetkan dengan sistem pendinginnan. Namun dilihat terlebih dahulu komposisi dari jajanan pasar tsb. Ada beberapa bahan yg dapat didinginkan, ada pula yg tidak dapat. Namun shelf life jajan pasar tidak dapat bertahan terlalu lama.
ReplyDelete